B PEKERJAAN SOSIAL. Sejak kelahirannya sekian abad lalu, pekerjaan sosial (social work) telah terlibat dalam penanggulangan kemiskinan. Perkembangan pekerjaan sosial berikutnya, khususnya dari kegiatan karitatif menjadi sebuah profesi, juga tidak dapat dilepaskan dari penanganan kemisikinan.
Multikulturalmenekankan berlaku adil dalam memandang dan bersikap terhadap orang atau kelompok lain. Al-Qur’an (Surat al-Maidah [5] : 8) ”Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil ”. Ayat ini mengajak untuk berlaku adil sekalipun terhadap orang atau kelompok yang memusuhi kita.
Dengandemikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama. 2.2 Definisi Fungsional.
PENGERTIANILMU SOSIAL,METODE ILMIAH,DAN KEBENARAN ILMIAH. A. PENGERTIAN ILMU. Mungkin tidak berlebihan jika seorang filsuf Oxford University kontemporer Jerome R.Ravert dalam karyanya The Philosophy of Science ,sampai saat ini mengakui bahwa ilmu merupakan sbuah kisah sukses luar biasa. Selain itu, di Indonesia menurut The Liang Gie
Semarang IDN Times - Wali Songo memiliki peran utama dan signifikan dalam sejarah perkembangan Islam di Nusantara atau Indonesia kala itu. Selama tujuh abad, sejak abad ke-7 hingga abad ke-14, Islam 'tertolak' di wilayah Jawa. Namun berkat dakwah dari Wali Songo, pada akhir abad ke-14 atau awal abad ke-15, hampir semua masyarakat di pesisir
o55MU. Main Article Content Abstract Tujuan penelitian ini berfokus pada konseling agama dengan menggunakan pendekatan budaya dalam membentuk resiliensi remaja. Konseling dapat dicirikan sebagai cara yang paling umum untuk memberikan bantuan kepada klien oleh seorang konselor dengan hubungan yang bersifat individu ke individu, meskipun mempengaruhi lebih dari satu individu. Penelitian ini menggunakan jenis/metode penelitian berupa studi kepustakaan Library Research yang memiliki relavansi mengenai konseling agama pendekatan budaya dalam membentuk resiliensi remaja. Tujuan konseling budaya memiliki beberapa tindakan dalam konseling yaitu pertama, konseling dapat membuat konselor peka terhadap masalah lingkungan yang mempengaruhi perkembangan manusia. Kedua, profesi konseling mengharuskan konselor memiliki pengetehuan dan keterampilan. Konseling agama merupakan bantuan dari konselor untuk membantu klien membangkitkan ajaran agamanya untuk menyelesaikan segala permasalahan hidup yang dihadapi dengan cara-cara yang dibenarkan menurut agama dan keyakinannya. Keywords Konseling Agama Budaya Resiliensi Ramaja Article Details License Authors who publish in this journal agree with the following termsAuthors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike CC BY-SA that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work post it to an institutional repository or publish it in a book, with an acknowledgement of its initial publication in this are permitted and encouraged to post their work online in institutional repositories or on their website prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work See The Effect of Open Access.This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License. How to Cite NELISMA, Y., Fitriani, W., & Silvianetri, S. 2022. Konseling Agama Dengan Pendekatan Budaya Dalam Membentuk Resiliensi Remaja. Consilia Jurnal Ilmiah Bimbingan Dan Konseling, 51, 66–76. References Awad, F. B. 2015. KonselingIslam dalamMasyarakat Multikultural. Zawiyah Jurnal Pemikiran Islam. Desmita, D. 2009. MENGEMBANGKAN RESILIENSI REMAJA DALAM UPAYA MENGATASI STRES SEKOLAH. Ta’dib. Farikhatul ’Ubudiyah. 2020. Konseling Melalui Meditasi Lintas Agama di Vihara Karangdjati Yogyakarta. Al-Irsyad Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Firman. 2017. Peran Antropologi dalam Konseling Lintas Budaya di Era Masyarakat Ekonomi Asean MEA. Prosiding Seminar Konseling 2017 Profesi Konseling Menuju Masyarakat Ekonomi Asean. Ganesan. 2016. Akhbar Tamil Nesan dan peranannya dalam perkembangan pendidikan Tamil di Tanah Melayu. Jurnal Penyelidikan Dedikasi. Hermansyah, M. T., & Hadjam, M. R. 2020. RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANG TUA STUDI LITERATUR. MOTIVA JURNAL PSIKOLOGI. Irman, I., Murisal, M., Syafwar, F., Silvianetri, S., Zubaidah, Z., & Yeni, P. 2020. Membangun Kesadaran Spritual melalui Konseling Berbasis Surau dalam Pengembangan Pariwisata. Islamic Counseling Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Mahfuz, A. G. 2019. Hubungan Agama dan Budaya. Sosial Keagamaan Dan Pendidikan Islam. Mirnawati 2016. Simbol Mitologi Dalam Karya Sastra Teks Al-Barzanji; Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Pasal 4. Jurnal Diskursus Islam UIN Alauddin Makasar. Nashihin, H. 2017. Pengertian Budaya. Konstruksi Budaya Sekolah Sebagai Wadah Internalisasi Nilai Karakter. Resiliensi pada Remaja Jawa. 2015. Jurnal Psikologi UGM. Rofiqi, M. A. 2019. RELEVANSI AGAMA DAN SPIRITUAL DALAM KONSELING. JCOSE Jurnal Bimbingan Dan Konseling. Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., & Ulfa, M. 2017. Pengaruh Faktor Ekologi Terhadap Resiliensi Remaja. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., & Ulfa, M. 2018. Resiliensi Remaja Perbedaan Berdasarkan Wilayah, Kemiskinan, Jenis Kelamin, dan Jenis Sekolah. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Supriatna, E. 2019. Islam dan Kebudayaan. Jurnal Soshum Insentif. Thabroni, G. 2020. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud & Fungsi Menurut Para k. Wati, W., & Silvianetri, S. 2018. PENGARUH KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN KESADARAN SHOLAT BERJAMAAH SISWA. Alfuad Jurnal Sosial Keagamaan. Awad, F. B. 2015. KonselingIslam dalamMasyarakat Multikultural. Zawiyah Jurnal Pemikiran Islam. Desmita, D. 2009. MENGEMBANGKAN RESILIENSI REMAJA DALAM UPAYA MENGATASI STRES SEKOLAH. Ta’dib. Farikhatul ’Ubudiyah. 2020. Konseling Melalui Meditasi Lintas Agama di Vihara Karangdjati Yogyakarta. Al-Irsyad Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Firman. 2017. Peran Antropologi dalam Konseling Lintas Budaya di Era Masyarakat Ekonomi Asean MEA. Prosiding Seminar Konseling 2017 Profesi Konseling Menuju Masyarakat Ekonomi Asean. Ganesan. 2016. Akhbar Tamil Nesan dan peranannya dalam perkembangan pendidikan Tamil di Tanah Melayu. Jurnal Penyelidikan Dedikasi. Hermansyah, M. T., & Hadjam, M. R. 2020. RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANG TUA STUDI LITERATUR. MOTIVA JURNAL PSIKOLOGI. Irman, I., Murisal, M., Syafwar, F., Silvianetri, S., Zubaidah, Z., & Yeni, P. 2020. Membangun Kesadaran Spritual melalui Konseling Berbasis Surau dalam Pengembangan Pariwisata. Islamic Counseling Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Mahfuz, A. G. 2019. Hubungan Agama dan Budaya. Sosial Keagamaan Dan Pendidikan Islam. Mirnawati 2016. Simbol Mitologi Dalam Karya Sastra Teks Al-Barzanji; Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Pasal 4. Jurnal Diskursus Islam UIN Alauddin Makasar. Nashihin, H. 2017. Pengertian Budaya. Konstruksi Budaya Sekolah Sebagai Wadah Internalisasi Nilai Karakter. Resiliensi pada Remaja Jawa. 2015. Jurnal Psikologi UGM. Rofiqi, M. A. 2019. RELEVANSI AGAMA DAN SPIRITUAL DALAM KONSELING. JCOSE Jurnal Bimbingan Dan Konseling. Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., & Ulfa, M. 2017. Pengaruh Faktor Ekologi Terhadap Resiliensi Remaja. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., & Ulfa, M. 2018. Resiliensi Remaja Perbedaan Berdasarkan Wilayah, Kemiskinan, Jenis Kelamin, dan Jenis Sekolah. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Supriatna, E. 2019. Islam dan Kebudayaan. Jurnal Soshum Insentif. Thabroni, G. 2020. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud & Fungsi Menurut Para k. Wati, W., & Silvianetri, S. 2018. PENGARUH KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN KESADARAN SHOLAT BERJAMAAH SISWA. Alfuad Jurnal Sosial Keagamaan. References Awad, F. B. 2015. KonselingIslam dalamMasyarakat Multikultural. Zawiyah Jurnal Pemikiran Islam. Desmita, D. 2009. MENGEMBANGKAN RESILIENSI REMAJA DALAM UPAYA MENGATASI STRES SEKOLAH. Ta’dib. Farikhatul ’Ubudiyah. 2020. Konseling Melalui Meditasi Lintas Agama di Vihara Karangdjati Yogyakarta. Al-Irsyad Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Firman. 2017. Peran Antropologi dalam Konseling Lintas Budaya di Era Masyarakat Ekonomi Asean MEA. Prosiding Seminar Konseling 2017 Profesi Konseling Menuju Masyarakat Ekonomi Asean. Ganesan. 2016. Akhbar Tamil Nesan dan peranannya dalam perkembangan pendidikan Tamil di Tanah Melayu. Jurnal Penyelidikan Dedikasi. Hermansyah, M. T., & Hadjam, M. R. 2020. RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANG TUA STUDI LITERATUR. MOTIVA JURNAL PSIKOLOGI. Irman, I., Murisal, M., Syafwar, F., Silvianetri, S., Zubaidah, Z., & Yeni, P. 2020. Membangun Kesadaran Spritual melalui Konseling Berbasis Surau dalam Pengembangan Pariwisata. Islamic Counseling Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Mahfuz, A. G. 2019. Hubungan Agama dan Budaya. Sosial Keagamaan Dan Pendidikan Islam. Mirnawati 2016. Simbol Mitologi Dalam Karya Sastra Teks Al-Barzanji; Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Pasal 4. Jurnal Diskursus Islam UIN Alauddin Makasar. Nashihin, H. 2017. Pengertian Budaya. Konstruksi Budaya Sekolah Sebagai Wadah Internalisasi Nilai Karakter. Resiliensi pada Remaja Jawa. 2015. Jurnal Psikologi UGM. Rofiqi, M. A. 2019. RELEVANSI AGAMA DAN SPIRITUAL DALAM KONSELING. JCOSE Jurnal Bimbingan Dan Konseling. Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., & Ulfa, M. 2017. Pengaruh Faktor Ekologi Terhadap Resiliensi Remaja. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., & Ulfa, M. 2018. Resiliensi Remaja Perbedaan Berdasarkan Wilayah, Kemiskinan, Jenis Kelamin, dan Jenis Sekolah. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Supriatna, E. 2019. Islam dan Kebudayaan. Jurnal Soshum Insentif. Thabroni, G. 2020. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud & Fungsi Menurut Para k. Wati, W., & Silvianetri, S. 2018. PENGARUH KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN KESADARAN SHOLAT BERJAMAAH SISWA. Alfuad Jurnal Sosial Keagamaan. Awad, F. B. 2015. KonselingIslam dalamMasyarakat Multikultural. Zawiyah Jurnal Pemikiran Islam. Desmita, D. 2009. MENGEMBANGKAN RESILIENSI REMAJA DALAM UPAYA MENGATASI STRES SEKOLAH. Ta’dib. Farikhatul ’Ubudiyah. 2020. Konseling Melalui Meditasi Lintas Agama di Vihara Karangdjati Yogyakarta. Al-Irsyad Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Firman. 2017. Peran Antropologi dalam Konseling Lintas Budaya di Era Masyarakat Ekonomi Asean MEA. Prosiding Seminar Konseling 2017 Profesi Konseling Menuju Masyarakat Ekonomi Asean. Ganesan. 2016. Akhbar Tamil Nesan dan peranannya dalam perkembangan pendidikan Tamil di Tanah Melayu. Jurnal Penyelidikan Dedikasi. Hermansyah, M. T., & Hadjam, M. R. 2020. RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANG TUA STUDI LITERATUR. MOTIVA JURNAL PSIKOLOGI. Irman, I., Murisal, M., Syafwar, F., Silvianetri, S., Zubaidah, Z., & Yeni, P. 2020. Membangun Kesadaran Spritual melalui Konseling Berbasis Surau dalam Pengembangan Pariwisata. Islamic Counseling Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Mahfuz, A. G. 2019. Hubungan Agama dan Budaya. Sosial Keagamaan Dan Pendidikan Islam. Mirnawati 2016. Simbol Mitologi Dalam Karya Sastra Teks Al-Barzanji; Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Pasal 4. Jurnal Diskursus Islam UIN Alauddin Makasar. Nashihin, H. 2017. Pengertian Budaya. Konstruksi Budaya Sekolah Sebagai Wadah Internalisasi Nilai Karakter. Resiliensi pada Remaja Jawa. 2015. Jurnal Psikologi UGM. Rofiqi, M. A. 2019. RELEVANSI AGAMA DAN SPIRITUAL DALAM KONSELING. JCOSE Jurnal Bimbingan Dan Konseling. Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., & Ulfa, M. 2017. Pengaruh Faktor Ekologi Terhadap Resiliensi Remaja. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., & Ulfa, M. 2018. Resiliensi Remaja Perbedaan Berdasarkan Wilayah, Kemiskinan, Jenis Kelamin, dan Jenis Sekolah. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Supriatna, E. 2019. Islam dan Kebudayaan. Jurnal Soshum Insentif. Thabroni, G. 2020. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud & Fungsi Menurut Para k. Wati, W., & Silvianetri, S. 2018. PENGARUH KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN KESADARAN SHOLAT BERJAMAAH SISWA. Alfuad Jurnal Sosial Keagamaan.
Pendidikan dianggap sebagai sistem persekolahan. Sistem ini hanya melihat hubungan struktural antar bagian seperti guru, siswa, kurikulum dan sarana prasarana. Namun ternyata lembaga pendidikan dapat dilihat lebih dari itu yaitu sebagai sebuah tempat dalam melakukan transformasi budaya. Lembaga pendidikan dan transformasi budaya tidak dapat dipisahkan karena keduanya terkait dengan nilai. Lembaga pendidikan dapat disamakan dengan sistem sosial karena didalamnya terjadi proses sosialisasi. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi berupa konsep dalam melakukan transfer nilai sehingga membentuk karakter melalui lembaga pendidikan. Penelitian ini menemukan bahwa menurut teori perkembangan budaya Van Peursen maka diharapkan lembaga pendidikan dapat memposisikan diri sebagai tahap fungsional. Pada tahap ini lembaga pendidikan sebagai agen transformasi nilai harus berfungsi dalam memberikan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dalam melakukan proses pembudayaan nilai agar terbentuk menjadi karakter dapat menggunakan pendapat dari Pierre Bourdieu mengenai Habitus. Lembaga pendidikan dapat melakukan pembiasaan melalui beberapa kegiatan. Pembiasaan dapat dilakukan melalui interaksi sosial antar warga sekolah lembaga pendidikan. Pembiasaan yang telah mengakar menjadi pembudayaan harus dijaga dengan kontrol yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 105 TRANSFORMASI BUDAYA MELALUI LEMBAGA PENDIDIKAN Pembudayaan Dalam Pembentukan Karakter Ashif Az Zafi Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama STAINU Purworejo Abstrak Pendidikan dianggap sebagai sistem persekolahan. Sistem ini hanya melihat hubungan struktural antar bagian seperti guru, siswa, kurikulum dan sarana prasarana. Namun ternyata lembaga pendidikan dapat dilihat lebih dari itu yaitu sebagai sebuah tempat dalam melakukan transformasi budaya. Lembaga pendidikan dan transformasi budaya tidak dapat dipisahkan karena keduanya terkait dengan nilai. Lembaga pendidikan dapat disamakan dengan sistem sosial karena didalamnya terjadi proses sosialisasi. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi berupa konsep dalam melakukan transfer nilai sehingga membentuk karakter melalui lembaga pendidikan. Penelitian ini menemukan bahwa menurut teori perkembangan budaya Van Peursen maka diharapkan lembaga pendidikan dapat memposisikan diri sebagai tahap fungsional. Pada tahap ini lembaga pendidikan sebagai agen transformasi nilai harus berfungsi dalam memberikan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dalam melakukan proses pembudayaan nilai agar terbentuk menjadi karakter dapat menggunakan pendapat dari Pierre Bourdieu mengenai Habitus. Lembaga pendidikan dapat melakukan pembiasaan melalui beberapa kegiatan. Pembiasaan dapat dilakukan melalui interaksi sosial antar warga sekolah lembaga pendidikan. Pembiasaan yang telah mengakar menjadi pembudayaan harus dijaga dengan kontrol yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. Kata Kunci Transformasi budaya, transfer nilai, sekolah, karakter A. PENDAHULUAN Para pakar pendidikan mendefinisikan pendidikan sebagai suatu sistem. Pendidikan sebagai sistem dapat ditinjau dari dua hal yaitu Pendidikan secara mikro lebih menekankan pada unsur pendidik dan peserta didik, sebagai upaya mencerdaskan peserta didik melalui proses interaksi dan komunikasi. Oleh karena itu, fungsi pendidik adalah sebagai pengyampai materi melalui kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Sistem pendidikan menyangkut berbagai hal atau komponen yang lebih luas yaitu 1 Input , berupa sistem nilai dan pengetahuan, sumber daya manusia, masukan instrumental berupa kurikulum, silabus. Sedangkan masukan sarana termasuk di dalam fasilitas dan sarana pendidikan yang harus disiapkan. Unsur masukan input, contohnya peserta didik. 2 Proses, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar atau proses pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah. Dalam komponen proses ini termasuk di dalamnya telaah kegiatan belajar dengan segala dinamika dan unsur yang mempengaruhinya, serta telaah kegiatan pembelajaran yang dilakukan pendidik untuk memberi kemudahan kepada peserta didik dalam terjadinya proses pembelajaran. Unsur proses contohnya metode atau cara yang digunakan dalam proses pembelajaran. 3 Output, yaitu hasil yang diperoleh pendidikan bukan hanya terbentuknya pribadi yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan sesuai yang diharapkan. Namun juga keluaran pendidikan mencakup segala hal yang dihasilkan berupa kemampuan peserta didik human behavior, produk jasa services dalam pendidikan seperti hasil penelitian, produk barang berupa karya intelektual ataupun karya yang sifatnya fisik Namun banyak pakar juga yang memandang pendidikan sebagai sebuah 1 Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, Jakarta Rineka Cipta, 1991, 102. 106 SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta transformasi budaya yang dapat menginternalisasikan nilai-nilai luhur. Para pakar tersebut menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah seperangkat sarana yang diperoleh untuk membudayakan nilai-nilai budaya masyarakat yang dapat mengalami perubahan-perubahan bentuk dan model sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup masyarakat dalam rangka mengejar cita-cita hidup yang sejahtera lahir maupun batin. Berdasarkan pendapat tersebut maka pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan budaya karena antara pendidikan dan budaya terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu Dengan demikian tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tidak ada suatu pendidikan tanpa kebudayaan dan masyarakat. Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan karena pendidikan adalah upaya memberikan pengetahuan dasar sebagai bekal hidup. Pengetahuan dasar untuk bekal hidup yang dimaksudkan adalah kebudayaan. Pendidikan bertujuan membentuk manusia agar dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam upaya mempertahahankan kelangsungan hidup. Pendidikan berbasis budaya menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi segala tantangan kehidupan yang berubah-ubah dan semakin berat. Selain itu pendidikan memberikan jawaban dan solusi atas penciptaan budaya yang didasari oleh kebutuhan masyarakat sesuai dengan tata nilai dan sistem yang berlaku di dalamnya. Pendidikan sebagai transformasi budaya dapat dikatakan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke 2 Ralph Linton yang dikutip Joko Tri Prasetya dalam Ilmu Budaya Dasar, Jakarta Rineka Cipta, 2004, 29. generasi yang lainnya. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya Di dalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaa-kebiasaan tertentu. Larangan-larangan, anjuran dan ajakan tertentu seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal-hal tersebut mengenai bnyak hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makan, bercocok tanam dan lain-lain. Nilai-nilai kebudayaan mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya, nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain, nilai yang kurang cocok diperbaiki misalnya, tata cara perkawinan, dan nilai yang tidak cocok diganti misalnya, pendidikan seks yang dulu diasingkan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal. Disini tampak bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-semata mengenalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari esok. Berdasarkan penjelasakan diatas maka dapat ditelusuri cara mentransformasikan nilai-nilai budaya sehingga dapat membentuk karakter. B. PEMBAHASAN Proses Transformasi Budaya Kebudayaan sebagai nilai-nilai yang dihayati ataupun ide yang di yakini tersebut bukanlah ciptaan sendiri dari setiap individu yang menghayati dan meyakini, semuanya itu di peroleh melalui proses belajar. Proses belajar merupakan cara untuk mewariskan nilai-nilai tersebut dari generasike generasi. Pewarisan tersebut di kenal dengan proses sosialisasi atau enkulturasi proses pembudayaan.4 3 Tilaar, Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan Masyarakat Industri Berdasarkan Pancasila, Jakarta LIPI, 1991, 21. 4 Aloliliweri, Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2011, 215. SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 107 Sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup yang berkenaan dengan bagaimana individu mempelajari cara-cara hidup, norma dan nilai sosial yang terdapat dalam kelompoknya agar dapat berkembang menjadi pribadi yang dapat di terima oleh kelompoknya. Sosialisasi berfungsi untuk 1 Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada individu; 2 Menambah kemampuan berkomunikasi, mengembnagkan kemampuan menulis, membaca dan bercerita; 3 Membantu pengendalian fungsi-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri; 4 Membiasakan individu dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam Agen atau pelaku sosialisasi meliputi keluarga, teman bermain, sekolah, media massa cetak dan elektronik, Lingkungan Proses sosialisasi terjadi melalaui conditioning oleh lingkungan yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti berbahasa, cara berjalan, duduk, makan apa yang di makan, berperilaku sopan, mengembangkan sikap yang dianut dalam masyarakat seperti sikap terhadap agama, seks, orang yang lebih tua, pekerjaan, dan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakat yang baik. Belajar norma-norma kebudayaan pada mulanya banyak terjadi di rumah dan sekitar, kemudian di sekolah, bioskop, televisi dan lingkungan lain. Sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya pola kelakuan yang diharapkan dari anak terus-menerus disampaikan dalam segala sesuatu dimana terlibat. Kelakuan yang tak sesuai dikesampingkan karena menimbulkan konflik dengan lingkungan. Sedangkan kelakuan yang 5 Ibid., 216. 6 M. Idianto, Sosiologi, Jakarta, Erlangga, 20014, 115-122. sesuai dengan norma yang diharapkan Proses enkulturasi berkaitan dengan proses belajar. Proses belajar menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat, sistem norma, serta semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang. Proses ini telah dimulai sejak awal kehidupan kemudian dalam lingkungan yang makin lama makin meluas. Proses enkulturasi selalu berlangsung secara dinamis. Wahana terbaik dan paling efektif untuk mengembangkan ketiga proses sosial budaya tersebut adalah pendidikan yang terlembaga melalui sistem persekolahan. Sekolah merupakan wahana strategis yang memungkinkan setiap anak didik, dengan latar belakang sosial budaya yang beragam, untuk saling berinteraksi di antara sesama, saling menyerap nilai-nilai budaya yang berlainan, dan beradaptasi sosial. Dapat dikatakan, sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang menjadi tiang penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Maka, pendidikan yang diselenggarakan melalui sistem persekolahan semestinya dimaknai sebagai sebuah strategi kebudayaan. Proses transformasi budaya dapat di lakukan dengan cara mengenalkan budaya, memasukan aspek budaya dalam proses pembelajaran. Kebudayaan merupakan dasar dari praksis pendidikan maka tidak hanya seluruh proses pendidikan berjiwakan kebudayaan nasional saja, tetapi juga seluruh unsur kebudayaan harus di perkenalkan dalam proses pendidikan. Untuk membangun manusia melalui budaya maka nilai-nilai budaya itu harus menjadi satu dengan dirinya, untuk itu di perlukan waktu panjang untuk transformasi budaya. Selanjutnya Van Peursen menjelaskan bahwa perkembangan budaya manusia dibagi menjadi tiga tahap, yaitu 7 Nasution. S, Sosiologi Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara, 2011, 126-129. 108 SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta mitis, ontologis, dan fungsionalis. Pertama tahap Mitis. Manusia menganggap bahwa dirinya adalah bagian dari alam. Manusia merasa bahwa dirinya berada di dalam dan dipengaruhi oleh alam. Hal ini dapat dilihat budaya Indian. Mereka sering menganggap bahwa diri mereka adalah penjelmaan dari hewan di sekitarnya. Pada tahap ini, manusia kerap memberikan kurban atau sesaji sebagai bentuk penghormatannya kepada alam. Manusia juga membuat norma-norma perlakuan terhadap alam. Sehingga hidupnya selalu selaras dengan alam dan dilindungi oleh alam itu sendiri. Kedua tahap Ontologis. Manusia mulai mengenal agama. Manusia tidak lagi memberikan kurban dan memandang bahwa alam merupakan sama-sama makhluk Tuhan yang harus dijaga kelestariannya. Meskipun begitu, manusia sudah mulai menjadikan alam sebagai objek yang bisa dipergunakan untuk mempertahankan hidupnya. Ketiga tahap fungsional. Manusia sudah jauh dari alam. Bahkan, alam tidak hanya sekedar dijadikan objek, tetapi telah menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan manusia agar hidupnya nyaman. Tahap ini ditandai dengan revolusi industri di dunia dan manusia memperlakukan alam dengan mengeksplorasinya secara Berdasarkan teori perkembangan budaya Van Peursen tersebut sebaiknya Pendidikan Islam dapat menempatkan diri pada tahap yang ketiga yaitu tahap fungsional. Peran Pendidikan Islam seharusnya dapat memberi kontribusi nyata dalam pembentukan karakter atau internalisasi nilai-nilai budaya. Mungkin ini memang bersifat pragmatis namun ini akan menjaga eksistensi Pendidikan Islam. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sangkot Sirait bahwa Islam inklusif yang bersifat ontologis belum cukup karena harus ada Islam yang 8 van Peursen, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta Yayasan Kanisius, 1976, 18-19. 9 Sangkot Sirait, Dari Islam Inklusif ke Islam Fungsional Telaah Atas Pemikiran Al-Faruqi, Yogyakarta Datamedia, 2008, 2. Pendidikan Sebagai Transformasi Nilai Hubungan anatar pendidikan dan transformasi budaya dalam pembentukan karakter adalaha adanya proses internalisasi. Internalisasi merupakan suatu proses penenaman nilai tentang budaya. Dalam penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik-metodik pendidikan dan pengajaran, seperti pendidikan, pengarahan indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat. Misalnya melalui sebuah materi pembentuka karakter sebuah bangsa yang dimana di dalamnya membahas tentang sebuah nilai-nila budaya yang dapat diintegrasikan sebagai pembelajaran. Pendidikan sebagai transformasi budaya di artikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang sebagai bagian dari kebudayaan karena pendidikan adalah upaya memberikan pengetahuan dasar sebagai bekal hidup. Pengetahuan dasar untuk bekal hidup yang dimaksudkan disini adalah kebudayaan. Dikatakan demikian karena kehidupan adalah keseluruhan dari keadaan diri, totalitas yang dilakukan manusia yaitu sikap, usaha, dan kerja yang harus dilakukan oleh setiap orang. Menetapkan suatu pendirian dalam tatanan kehidupan bermasyarakat yang menjadi ciri kehidupan manusia sebagai mahluk bio-sosial. Oleh karena itu, pendidikan harus hadir dan di maknai sebagai pembentukan karakter character SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 109 building manusia10, aktualisasi kedirian yang penuh insan dan pengorbanan atas nama kehidupan manusia. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok di teruskan misalnya, nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain. Yang kurang cocok di perbaiki, dan yang tidak cocok di Contohnya budaya korup dan menyimpang adalah sasaran bidik dari prndidikan transformatif. Pendidikan merupakan proses membudayakan manusia sehingga pendidikan dan budaya tidak bisa dipisahkan. Pendidikan bertujuan membangun totalitas kemampuan manusia baik sebagai individu maupun anggota kelompok masyarakat sebagai unsur vital dalam kehidupan manusia yang beradab, kebudayaan mengambil unsur-unsur pembentukannya dari segala ilmu pengetahuan yang di anggap vital dan sangat di perlukan dalam menginterprestasi semua yang ada dalam kehidupannya. Peranan Lembaga Pendidikan Dalam Proses Pembudayaan Perananan lembaga pendidikan adalah menjadi salah satu saluran atau media dari proses pembudayaan. Media lainnya adalah keluarga dan institusi lainnya yang ada di dalam masyarakat. Dalam konteks inilah pendidikan disebut sebagai proses untuk “memanusiakan manusiaâ€. Sejalan dengan itu, kalangan antropolog dan ilmu sosial lainnya melihat bahwa pendidikan merupakan upaya untuk membudayakan dan mensosialisasikan manusia sebagaimana yang kita kenal sebagai proses enkulturasi pembudayaan dan sosialisasi proses pembentukan kepribadian dan perilaku seorang anak menjadi anggota masyarakat sehingga anak tersebut diakui oleh masyarakat yang 10 Muh. Wasith Achadi, “Interaksi Pendidikan dan Kebudayaanâ€, dalam Jurnal Dinamika Vol. 2, Jawa Tengah LP3M STAINU Purworejo, 2016, 2. 11 Ralph Linton, The Culture Background of Personality, New York Appleton-Century Crofts, 1985, 21. bersangkutan. Dalam pengertian ini pendidikan bertujuan membentuk agar manusia dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, baik secara pribadi, kelompok maupun masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan adalah upaya menanamkan sikap dan keterampilan pada anggota masyarakat agar mereka kelak mampu memainkan peranan sesuai dengan kedudukan dan peran sosial masing-masing dalam masyarakat. Secara tidak langsung, pola ini menjadi proses melestarikan suatu kebudayaan. Sejalan dengan ini bertrand russel mengatakan pendidikan sebagai tatanan kehidupan bermasyarakat yang berbudaya. Melalui pendidikan kita bisa membentuk suatu tatanan kehidupan bermasyarakat yang maju, modern, tentram dan damai berdasarkan nilai-nilai dan norma Untuk mewujudkan hal tersebut, para penyelenggara pendidikan harus yakin bahwa program dan proses pembelajaran dapat menggiring siswa agar mampu menggunakan segala apa yang telah dimilikinya yang diperoleh selama proses belajar sehingga bermanfaat dalam kehidupan selanjutnya, baik kehidupan secara akademis maupun kehidupan sehari-hari. Jika kita ingin memisahkan pendidikan dari kebudayaan merupakan suatu kebijakan yang merusak kebudayaan sendiri, malahan menghianati keberadaan proses pendidikan sebagai proses pembudayaan. Nilai-nilai pendidikan ditransmisikan dengan proses-proses acquiring melalui inquiring. Jadi proses pendidikan bukan terjadi secara pasif atau untuk determined tetapi melalui proses interaktif antara pendidikan dan peserta didik. Proses tersebut memungkinkan 12 Ace Suryadi dan Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung Rosdakarya, 1994 195. 110 SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta terjadinya perkembangan budaya melalui kemampuan-kemampuan kreatif yang memungkinkan terjadinya inovasi dan penemuan-penemuan budaya lainnya, serta asimilasi, akulturasi dan seterusnya. Ada pakar yang menganggap bahwa antara kebudayaan dan pendidikan saling berpengaruh artinya yaitu bahwa manusia yang berpendidikan adalah sama dengan orang yang berbudaya. Dengan budaya proses pendidikan juga akan lebih mudah karena mempelajari budaya dapat menumbuhkan kesadaran etik, kesusialaan, dan norma hokum. Jadi peserta didik akan lebih mudah menerima karena mereka mempunyai kesadaran untuk mengikuti proses pendidikan dengan tulus tanpa perlu dipaksaan. Contoh konkret yang diambil yaitu transformasi budaya bertanggung jawab. Dalam pendidikan formal , apalagi pendidikan dasar, guru mempunyai wewenang penuh dalam kelas. Guru berperan penting dalam proses transformasi budaya dan dalam penyampaian ilmu yang dapat dilakukan pendidik dalam pendidikan formal adalah memberikan pekerjaan rumah pada siswa. Dengan pemberian tugas atau pekerjaan rumah, siswa mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Jika siswa tidak menyelesaikan baik sengaja ataupun tidak, guru dapat memberi sanksi yang mendidik bagi mereka. Apabila hal ini dibiasakan, maka akan terbentuk rasa tanggung jawab dalam diri siswa. Dalam contoh ini, telah terjadi proses transformasi kebudayaan bertanggung jawab dalam lingkungan pendidikan formal. Pendidikan merupakan bentuk strategi kebudayaan yang paling efektif untuk membangun suatu budaya dengan mewujudkan masyarakat yang baik, serta membangun peradaban umat manusia yang selaras dengan cita-cita kemanusiaan. Manusia yang tidak mengenal budaya sama saja tidak mengenal bangsanya sendiri. Oleh karena, kita harus melestarikan dan menjaga budaya dengan cara dalam proses pendidikan dimasukkan unsur-unsur budaya agar keluarannya dari pendidikan tidak hanya pengetahuan saja tapi siap untuk hidup dalam masyarakat. Proses Pembudayaan Melalui Lembaga Pendidikan Proses pembudayaan dalam menginternalisasikan nilai agar terbentuk karakter tidak akan lepas dari teori Habituasi yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Habitus adalah kebiasaan masyarakat yang melekat pada diri seseorang dalam bentuk disposisi abadi, atau kapasitas terlatih dan kecenderungan terstruktur untuk berpikir, merasa dan bertindak dengan cara determinan, yang kemudian membimbing mereka. Jadi Habitus tumbuh dalam masyarakat secara alami melalui proses sosial yang sangat panjang, terinternalisasi dan terakulturasi dalam diri masyarakat menjadi kebiasaan yang terstruktur secara sendirinya. Habitus dibuat melalui proses sosial, bukan individu yang mengarah ke pola yang abadi dan ditransfer dari satu konteks ke konteks lainnya, tetapi yang juga bergeser dalam kaitannya dengan konteks tertentu dan dari waktu ke waktu. Habitus tidak tetap atau permanen, dan dapat berubah di bawah situasi yang tak terduga atau selama periode sejarah panjang. Bourdieu dalam bukunya juga mengatakan bahwa Habitus bukanlah hasil dari kehendak bebas, atau ditentukan oleh struktur, tapi diciptakan oleh semacam interaksi antar waktu disposisi yang keduanya dibentuk oleh peristiwa masa lalu dan struktur, dan bentuk praktik dan struktur saat ini dan juga, penting, bahwa kondisi yang sangat persepsi kita ini. Dalam pengertian ini habitus dibuat dan direproduksi secara tidak The habitus is not only a structuring structure, which organizes practices and the perception of practices, but also a structured structure the 13 Pierre, Bourdieu, Distinction a social critique of the judgement of taste, Cetakan ke-8, translated by Richard Nice, Cambridge Harvard University Press, 1996, 170. SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 111 principle of division into logical classes which organizes the perception of the social world is itself the products of internalization of the division into social Berdasarkan teori Habitus tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa apabila lembaga ingin membentuk karakter maka perlu pembiasaan. Lembaga pendidikan dapat diartikan sebagai masyarakat karena mereka merupakan sekelompok orang yang Habitus dapat diciptakan di lembaga pendidikan dengan by design. Dan apabila habitus ini dilaksanakan akan menjadi proses pembudayaan yang akan menginternalisasikan nilai sehingga terbentuklah karakter. Habitus yang telah terbentuk dan menciptakan karakter baik harus dikontrol dengan baik. Habitus akan menjadi proses pembudayaan dalam upaya membentuk perilaku dan sikap seseorang yang didasari oleh ilmu pengetahuan, keterampilan sehingga setiap individu dapat memainkan perannya masing-masing. Dengan demikian, ukuran keberhasilan pembelajaran dalam konsep enkulturasi adalah perubahan perilaku siswa. Hal ini sejalan dengan 4 empat pilar pendidikan yang dikemukakan oleh Unesco yaitu 1 Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat pengetahuan tersebut di harapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya dalam rangka mengembangkan keterampilan kerja dan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang di perlukan. Sebagai tujuan, maka pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pemahaman, pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya. 2 Learning to do lebih di 14 Ibid., 170. tekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk memperaktikan segala sesuatu yang telah di pelajarinya dan dapat mengadaptasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah di perolehnya tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan di masa depan. 3 Learning to live together pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik, menjauh perasangka-perasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselidihan dan konflik. 4 Learning to be sebagaimana di ungkapkan secara tegas oleh komisi pendidikan, bahwa prinsip fundamental pendidikan hendaklah mampu memberikan konstribusi untuk perkembangan seutuhnya setiap orang, jiwa dan raga, intelegensi, kepekaan, rasa etika, tanggung jawab pribadi dan nilai-nilai Dari keempat pilar pendidikan yang direkomendasikan oleh Unesco tersebut, terbentuknya karakter menjadi prioritas utama. Hal ini dapat dilihat dari posisi hierarki learning to be. Pendidikan digunakan sebagai pengkayaan pengalaman berilmu, pengendalian diri dan menjadi diri sendiri. Peserta didik mengembangkan daya kreasi dan kediriannya di masa depan yang berebda dari situasi saat belajar C. SIMPULAN Pendidikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari berbagai komponen pendidikan juga dapat diartikan sebagai sebuah sistem sosial. Sistem sosial ini berarrti lembaga pendidikan merupakan perkumpulan beberapa orang yang saling berinteraksi yang ingin mencapai suatu tujuan bersama. Pemahaman lembaga pendidikan sebagai suatu sistem sosial 15 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung Alfabeta, 2011, 6-8. 16 Abdul Munir Mulkhan, “Spiritualisasi IPTEK dalam Perkembangan Pendidikan Islamâ€, dalam Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta IISEP, 2008, 185. 112 SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta lebih dapat melihat pendidikan sebagai cara untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang berada di masyarakat. Dalam menanamkan nilai-nilai ini maka dapat membentuk karakter siswa. Lembaga pendidikan sebagai agen dalam penanaman nilai dapat memberikan nilai berupa pengetahun, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan masyarakat. Selanjutnya jika dilihat dari teori perkembangan budaya Van Peursen maka diharapkan lembaga pendidikan dapat memposisikan diri sebagai tahap fungsional. Pada tahap ini lembaga pendidikan sebagai agen transformasi nilai harus berfungsi dalam memberikan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dalam melakukan proses pembudayaan nilai agar terbentuk menjadi karakter dapat menggunakan pendapat dari Pierre Bourdieu mengenai Habitus. Lembaga pendidikan dapat melakukan pembiasaan melalui beberapa kegiatan. Pembiasaan dapat dilakukan melalui interaksi sosial antar warga sekolah lembaga pendidikan. Pembiasaan yang telah mengakar menjadi pembudayaan harus dijaga dengan kontrol yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. D. DAFTAR PUSTAKA Achadi, Muh. Wasith, “Interaksi Pendidikan dan Kebudayaanâ€, dalam Jurnal Dinamika Vol. 2, Jawa Tengah LP3M STAINU Purworejo, 2016. Ahmadi, Abu, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta Jakarta 1991. Aloliliweri, Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2011. Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung Alfabeta, 2011. Bourdieu, Pierre, Distinction a social critique of the judgement of taste, Cetakan ke-8, translated by Richard Nice, Cambridge Harvard University Press, 1996. Idianto, M, Sosiologi, Jakarta Erlangga, 20014. Linton, Ralph, The Culture Background of Personality, New York Appleton-Century Crofts, 1985. Mulkhan, Abdul Munir, “Spiritualisasi IPTEK dalam Perkembangan Pendidikan Islamâ€, dalam Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta IISEP, 2008. Nasution. S, Sosiologi Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara, 2011. Prasetya, Joko Tri, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta Rineka Cipta, 2004. Peursen, van, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta Yayasan Kanisius, 1976. Sirait, Sangkot, Dari Islam Inklusif ke Islam Fungsional Telaah Atas Pemikiran Al-Faruqi, Yogyakarta Datamedia, 2008. Suryadi, Ace dan Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung Rosdakarya, 1994. Tilaar, Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan Masyarakat Industri Berdasarkan Pancasila, Jakarta LIPI, 1991. ... In order to improve the quality and potential of education in Indonesia, families, communities, and the government must share responsibility for education, bearing in mind the importance of education Sujana, 2019;Santika, 2021. Through education, a person's attitude and behavior will experience a process of transformation or formation Putra, 2017;Zafi, 2018;Susiana et al., 2019. Students must be able to think critically, systematically, logically, and creatively and be willing to work together effectively Marliani, 2015;Rachmantika & Wardono, 2019. ...Ichdar DomuStudents' information gathering is heavily reliant on their learning styles. Mathematical education calls for a deeper examination of methodological variations. This study examines the correlation between students' learning styles and their ability to solve math word problems involving a system of two-variable linear equations. The method employed is a qualitative, descriptive research method. The instruments utilized are student aptitude and learning style assessments. Data analysis methods include data collection, data reduction, and data interpretation. The findings included that the visual and auditory subjects completed only three of the five questions they deemed simple. Comparatively, kinesthetic subjects were able to answer four questions. When reexamining the visual, auditory, and kinesthetic subjects, the obtained answers are not rechecked. By concluding the solution process, visual and kinesthetic subjects exhibit similarities. In the final phase, the auditory subject neither concludes nor responds to the initial questions.... Sehingga dapat dikatakan bahwa Covid-19 memfungsikan peran yang sebenarnya. Dalam hal ini anak dengan keluarga bersosialisasi bagaimana membangun hubungan sosial keluarga yang harmonis seperti munculnya rasa komitmen bersama dan hubungan timbal balik antar anak dan orang tua, pemberian perhatian, keteladanan, serta membangun suasana belajar yang nyaman dan komunikasi yang baik Zafi, 2018. ...Risdoyok RisdoyokPembelajaran adalah instrumen yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan Bangsa. Guna untuk mengembangkan potensi kognitif, psikomotor, dan afektif peserta didik. Untuk mengembangkan potensi-potensi ini tentu didukung dengan suasana belajar dengan nyaman dan penuh dengan bimbingan yang maksimal pula. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data bersumber dari observasi, wawancara dan dokumentasi sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini penelitain kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran mengalami perubahan, secara tidak langsung menunjukkan dinamika Pendidikan di Indonesia terganggu. Seperti proses pembelajaran dialihkan di rumah masing-masing daring, Kedua; transformasi media pembelajaran berbasis Media Digital, yakni WhatsApp groups, Google class, Googleomes’, Office 365, Ketiga; system, metode, evaluasi pembelajaran yang disesuaikan dan, Keempat; kerjasama guru dan orang tua yang menentukan keberhasilan pendidikan saat ini. Kalau kerjasama antara guru dan orang tua dijalani dengan baik maka keberhasilan dari belajar mereka akan tercapai. Karena melihat dari segi pengaruh mereka belajar saat ini cukup banyak, sehingga tingkat pemfokusan mereka menurut. Untuk itu perlunya peran lebih dari orang tua selama belajar dari rumah. Sedikitnya ini yang perlu diperhatikan oleh semua pihak lembaga Pendidikan untuk menciptakan kecerdasan kehidupan bangsa dalam situasi apapun.... Lahirnya generasi milenial pada era digitalisasi teknologi, harus diimbangi oleh kemajuan dunia pendidikan Siswati, 2019. Transformasi budaya yang semakin cepat juga dapat mengakibatkan perubahan tatanan sosial Zafi, 2018. Meskipun perubahan tersebut pada satu sisi menguntungkan, tetapi di sisi yang lain dapat merugikan. ...Karyanto KaryantoEndang SulistiyoriniWarsiman WarsimanThe research aims to identify the pattern of supervision used by SMAN 1 Sidoarjo in implementing the excellent school program based on soft skills. This study uses a qualitative descriptive approach. Principals, teachers, students, staff and everyone else involved in SMAN 1 Sidoarjo's excellent school program focused on soft skills were the study's subjects. The research's primary data collection methods are interviews, observation, and documentation. The results showed that SMAN 1 Sidoarjo's excellent school supervision program based on soft skills involved internal elements such as the school itself, the administrator as the primary element who manages the academic community, and teachers who supervise students. The purpose of internal supervision is to ensure that the soft skills program is implemented effectively and efficiently. The education department, supervisors, school committees, parents/guardians, and the community all participate in external supervision. External supervision is necessary for the program's development and maintenance. The result shows that supervision in the implementation of a program is essential to do to maintain the sustainability of the program.... Where this has all given an idea that the relationship between man and the world is not always shown with a passive attitude, resigned, also equating to conform to the rules of the surrounding environment. Education is intended as preparing the nations children to face the future and make this nation dignified among the other nations of the world Zafi, 2018. But it must be given a manifestation through a playful attitude, also always using the environment for the benefit of living in that time or even in the future, so that from these active relationships a culture is born. ...Firman MansirReligious and socio-cultural education is inseparable in peoples lives. Educational cultural proximity to religion and socio-cultural development become two interrelated and mutually needy sides in solving social problems of society. This research shows that there is a relationship between religious and cultural education that is interrelated, giving birth to changes and responding to the rapid development of the times, thus ushering in a reality of religious life that is full of educational values without losing the local culture. The success of a nation can be seen and measured by the younger generation of its nation in the present and the future. Regarding religious education with culture, it is hoped that there will be the best results from a new generation and have potential with good quality, who can develop the knowledge they have and apply it well in the fabric of education, society, and culture. Thus, religious and socio-cultural education provides answers to various problems in the social development of budaya to religion in the context of educational institutions, be it in schools or madrasas. Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya menjadi dua sisi yang saling terkait dan saling membutuhkan dalam memecahkan persoalan sosial masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan Agama Islam dan budaya yang saling berkaitan, dengan melahirkan perubahan serta merespon berkembangnya zaman yang semakin pesat, sehingga mengantarkan pada sebuah kenyataan kehidupan beragama yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan tanpa menghilangkan budaya setempat. Berhasilnya suatu bangsa dapat dilihat serta diukur dari generasi muda bangsanya pada masa kini serta pada masa yang akan datang. Dalam hubungannya Pendidikan Agama Islam dengan budaya, sangat diharapkan adanya hasil terbaik dari generasi yang baru dan memiliki potensi dengan kualitas yang baik, yang mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan mengaplikasikannya dengan baik dalam jalinan pendidikan, sosial dan budaya. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya memberi jawaban dari berbagai permasalahan dalam perkembangan sosial budaya terhadap agama dalam konteks lembaga pendidikan, baik itu di sekolah maupun madrasah.... Education is one of the most important things for human life, education itself has the meaning of knowledge, skills, to a group of people that are passed on from generation to generation through teaching, or research, education is important for generational transfer, because the future is determined by a new generation, current work many are replaced by the new generation [1]. Universities in Indonesia, can take the form of institute, polytechnic, Academy,University and high School. ...Christian Pangestu KuncoroEducation is one of the most important things in human life, and in the world of education. However, there are still many students who graduate not on time. The purpose of this study is to find out an overview of what factors influence, then data analysis, and visualization so that students can graduate on time or not on time for UMN student graduates in 2018-2020. The method or approach used to solve the problem is data collection, independent variable, dependent variable, CRISP-DM, with SQLYog tools, to store data, rapid miner for data cleaning, then calculate prediction accuracy with rapid miner using nave Bayes algorithm, and regression logistics, using the included 10-fold validation method, and visualizing the data with Tableau.... Pendidikan adalah salah satu sarana yang digunakan untuk menerapkan dan membudayakan nilai-nilai budaya. Pendidikan berbasis budaya menjadi sebuah gerakan untuk menyadarkan masyarakat agar terus belajar mengatasi segala tantangan kehidupan yang semakin berat Zafi, 2018. ...Ummi Nur RokhmahMisbahul MunirThe purpose of this study is describe implementation of environmental school culture for shaping character environmental care students at SDN Temas 01 Batu. This study used a qualitative approach with descriptive research. The study is conducted in SDN Temas 01 Batu with the subject of his research is the principal, 3 teachers, 4 students, 1 janitor, 1 cafeteria guard and 2 parents of students. Data is collected through interview, observation, and documentation. Data analysis is carried out through 3 stages, datareduction, data display and verification. The validity of the information is tested by triangulation of techniques and triangulation of sources. The research results show that environmental school culture is implemented through 3 steps, planning, implementation and evaluation. Planning activities are forming school environmental management team, making environmental studies and planning environmental actions. Activities carried out during implementation are make environmental policies, implement environmental based curricula, conduct participatory based environmental activities, and manage environmental supporting facilities. The success of the implementation is evaluated by monitoring the state of biodiversity in schools, electricity bills and spending on purchasing office stationery, weighing the amount of waste and monitoring students' ability to manage the environment in terms of cognitive, affective and psychomotor aspects. The supporting factor that influences the implementation of an environmental school culture is the location of the school which is in a location that is still beautiful and gets a lot of support from outside parties. While the inhibiting factor is limitation of budget, there are still students who lack awareness in sorting waste and there is still a lot of plastic waste in schools.... Abdullah, 2016;Salik, 2020;Zafi, 2017.Peran budaya seseorang hanya dapat diukur dari sejauh mana ia dapat memberikan manfaat bagi kepentingan manusia. Agama tentu tidak bisa diabaikan dalam kaitannya dengan realitas social Hadi & Bayu, 2021. ...Yunus BayuPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai budaya Bugis dalam pendidikan Islam di perguruan tinggi Tana Luwu tepatnya di Kota Palopo yaitu Universitas Andi Djemma, IAIN Palopo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnopedagogi. Membangun kerukunan umat beragama dalam pendidikan nilai kearifan lokal masih sangat relevan untuk diterapkan oleh seluruh mahasiswa. Hal ini, tercermin dari sikap mahasiswa melalui disiplin dan tanggung jawab. Kedisiplinan dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjaga harga diri, martabat. Cerminan dari Pluralitas yang berfungsi sebagai ruh mahasiswa dalam proses pendidikan nilai-nilai. Konsep pembelajaran budaya dalam pendidikan agama Islam memberikan nilai-nilai penghormatan seperti Sipakatau saling memberi informasi, Sipakalebbi Saling Menghormati, Sipakaingge Saling Mengingatkan, Sipakatou Saling Berbagi. Menghargai perdamaian, senang membantu sesama, apalagi jika mereka sesama manusia. Sehingga pendidikan budaya Bugis sejalan dengan nilai-nilai Pluralitas yang tumbuh dan berkembang di IndonesiaTiara NazmillahIstinganatul NgulwiyahZerri Rahman HakimThis study aims to describe the implementation of religious values in character education at SDIT Al-Izzah Kota Serang. This research is qualitative descriptive study. The research subjects are teachers and students of grades III,VI,V at SDIT Kota Serang. This research was conducted in January - February 2022. Data was collected through observation, interviews and documentation techniques. The results of the study show that the implementation of religious values can be carried out through religious habituation activities in students, namely 1 Implementation of religious values through self-development which consists of routine activities in schools, spontaneous activities carried out by teachers to students, the example given by the teacher, and the conditioning of the school which was created in such a way. 2 Implementation of religious values through subjects by inserting them in subject matter or moral messages, 3 Implementation of religious character values through school culture which consists of culture in the classroom, school, outside of school. The teacher's perception of the importance of religious values in character education is one of the sources that underlies character education and is very important to in still in students from an early age because strong religious provision from an early age will strengthen the moral foundations of students in the future. The role of the school in supporting the implementation of religious values in character education is providing the necessary facilities, supporting activities in schools, and setting a good example for HayatiTommy ChristomyBatik has long been well-known in Java. Its reputation increased significantly during President Susilo Bambang Yudhoyono’s SBY administration who declared national batik day. This encouraged provinces with no batik tradition before to create batik with its unique local identity. This article aims to map the roles of different agencies from educational institutions in the emergence of the local identity symbol of Nusa Tenggara Barat NTB province represented by Sasambo batik. This research shows that cultural policies in Indonesia must consider locality. Local cultural expressions in Indonesia, especially in Eastern Indonesia, are often ‘forced’ to follow what is suggested and brought by actor from different traditions. The situation became more complex when the cultural expression introduced was packaged through the ideology of nationalism, Batik, which was originally part of Javanese culture, has been elevated to become a National culture. Adopting batik as part of national identity is an important cultural strategy considering that the use of batik has spread throughout Indonesia whether we like it or not. The problem is, the presence of batik technology has had an effect on local cloth crafts that use a different concept from batik, such as NTB Ikat weaving. Ikat woven crafts are made through a long process and are more expensive than making batik, where the preparation and materials are easier to obtain and cheaper. In this case, the woven craftsmen cannot compete economically with those who make batik. Batik is faster and more can be produced. Batik was introduced systematically through the education system, while woven cloth was left as it was. This research is part of an ethnographic research and the data were collected through observation and in-depth interviews. It was found that teachers play important roles in establishing a good reputation and even competing with the local woven cloth of NTB province. At the same time, there was a struggle over meanings between national and local batik. The ideology of nationalism used by the teachers in the end benefits not only individuals, but also groups, even Pina SufaAmril AmirErizal GaniBuku Pendidikan Budaya Melayu Riau ini memang telah menyertakan karakter yang dikembangkan pada awal bab, yaitu nilai religius, rasa ingin tahu, dan tanggung jawab. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui nilai pendidikan budaya dan karakter yang terdapat dalam buku Budaya Melayu Riau yang ditulis oleh Taufik Ikram Jamil, Derichard H. Putra, dan Syaiful Anuar. Buku tersebut meryupakan buku yang menjadi bahan ajar mata pelajaran Budaya Melayu Riau untuk kelas VII Sekolah Menengah Pertama SMP yang ada di Riau. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran muatan lokal. Penelitan ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode yang dapat digunakan dalam pengumpulan data menurut Sudaryanto dalam Saleh, 2014 terbagi menjadi 2 dua, yaitu metode simak dan metode cakap. Dalam melakukan penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode simak, karena objek yang diteliti dalam bentuk tulisan, yaitu buku Pendidikan Budaya Melayu Riau. Peneliti mengambil garis besar dari penjelasan tiap bab pada buku pelajaran, kemudian menyertakan nilai karakter yang terdapat dalam buku Culture Background of PersonalityRalph LintonLinton, Ralph, The Culture Background of Personality, New York Appleton-Century Crofts, IPTEK dalam Perkembangan Pendidikan IslamAbdul MulkhanMunirMulkhan, Abdul Munir, "Spiritualisasi IPTEK dalam Perkembangan Pendidikan Islam", dalam Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta IISEP, PrasetyaTriPrasetya, Joko Tri, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta Rineka Cipta, Dan SuryadiH A TilaarSuryadi, Ace dan Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung Rosdakarya, Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan Masyarakat Industri Berdasarkan PancasilaH A TilaarTilaar, Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan Masyarakat Industri Berdasarkan Pancasila, Jakarta LIPI, Pendidikan dan KebudayaanD Daftar Pustaka AchadiMuh WasithD. DAFTAR PUSTAKA Achadi, Muh. Wasith, "Interaksi Pendidikan dan Kebudayaan", dalam Jurnal Dinamika Vol. 2, Jawa Tengah LP3M STAINU Purworejo, 2016.
pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya